Victim Blaming

Halo sahabat Halo Jiwa Indonesia, semoga saat ini kondisi teman-teman semuanya sehat, secara mental dan fisik tentunya. Anyway, kali ini Halo Jiwa akan membahas tentang victim blaming. Masih awam dengan istilah ini? Atau sudah tahu dengan istilah ini? Yuk, kita bahas secara singkat istilah tersebut. Saat ini, victim blaming marak terjadi pada korban terutama pada perempuan, yang kemudian bisa memberikan efek psikologis secara berkepanjangan.

Kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan isu global yang terjadi  di  berbagai negara tanpa memandang perbedaan tingkat perkembangan sosio-ekonomi, politik, atau pola budaya masyarakatnya. Survey Nasional tentang Pengalaman Hidup Perempuan tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  berkolaborasi dengan Badan Pusat Statistik menemukan bahwa 1 dari 3 perempuan berusia antara 15 sampai dengan 46 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan oleh pasangan intim atau bukan pasangan intim (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2017). Komisi Nasional Perempuan (2017) juga menyebutkan bahwa kekerasan fisik dan seksual merupakan dua bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia.

Pengaruh negatif kekerasan seksual terhadap perempuan sudah sangat banyak dikaji yang intinya menegaskan kerugian baik bagi korban, keluarga, maupun masyarakat. Akibat kekerasan yang dialaminya, korban kekerasan seksual memiliki resiko tinggi untuk mengalami berbagai dampak langsung dan tidak langsung yang dialami dalam waktu singkat maupun lama. Dampak-dampak tersebut mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan perilaku kesehatan reproduksi, kesehatan mental, keberfungsian dan kesejahteraan korban (Campbell, 2008; WHO, 2010). Berbagai penelitian juga menunjukkan kesulitan-kesulitan psikologis, ekonomi dan sosial yang dialami oleh keluarga atau pihak-pihak yang dekat dengan korban dalam beradaptasi dengan dampak yang ditimbulkan oleh pemerkosaan terhadap korban (Ahrens & Campbell, 2000).  Sumberdaya masyarakat juga harus terkuras untuk menyediakan dan membiayai layanan yang ditujukan untuk melakukan perlindungan dan rehabilitasi korban serta penuntutan dan penghukuman pelaku (Day, McKenna, & Bowles, 2005).

Baca juga: Cerita Singkat dari Seorang Anak yang Telah Mengalami Pelecehan Seksual

Dalam beberapa kasus, pemberitaan-pemberitaan, terutama oleh media massa, membuat orang-orang di luar sana “gatal” untuk berkomentar tentang para korban hingga pada akhirnya akan menyalahkan korban. Mulai dari headline yang dibuat terlalu berlebihan misalnya “pegawai cantik di kantor X dianiaya oleh suami, tak tahan hidup susah?”, kalimat-kalimat seperti ini yang menuntut masyarakat untuk membaca dan menuntut mengeluarkan pendapat-pendapat yang sangat sering kita jumpai adalah “menyalahkan korban” dan hal yang terjadi malah dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Akhirnya, komentar-komentar di kolom beritanya pun di isi dengan berbagai pendapat “yah wajar aja, toh hidupnya mewah-mewah mulu, salah sendiri”, komentar yang tidak bertanggung jawab seperti ini yang merupakan salah satu contoh kasus dari victim blaming, kebiasaan menyalahkan korban pada suatu kasus untuk menjustifikasi tindakan pelaku yang di nilai wajar.

Ini hanya satu dari beribu contoh kasus yang ada di luar sana. Bahkan, kita mungkin pernah mengalaminya sendiri atau orang sekitar kita yang merasakan. Terdengar sepele untuk orang yang berkomentar, tetapi ada efek psikologis yang sangat besar ketika individu menjadi korban victim blaming. Perempuan sebagai korban akan menghadapi efek dan dampak yang bermacam-macam. Mulai dari mendapatkan label “cewek matre, perempuan nakal, dll.”, yang dapat menimbulkan trauma secara psikologis, juga kerugian fisik bahkan kematian. Oleh karena itu, sebagai konsumer berita, kita memang memiliki hak untuk berpendapat terhadap berita yang dipublikasikan. Namun, komentar-komentar  yang kita ucapkan ataupun yang kita publikasikan seyogyanya dipilah agar kita tidak terjerumus menjadi salah satu pelaku victim blaming.

Penulis: Puji Rahayu
Editor: Syurawasti Muhiddin



1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Diberdayakan oleh Blogger.