Kalau Cinta, Jangan “Bodoh”


Oleh:
Fitrah Ramadhan

Jatuh cinta adalah sesuatu yang sangat wajar dan sah-sah saja. Setiap manusia pasti pernah merasakan jatuh cinta baik kepada sesama manusia. Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa cintanya. Namun, terkadang dengan mengungkapkan rasa cinta, rasa sayang dan perhatian, pasangannya sampai menyakiti dirinya sendiri. Sekilas, kita melihat cinta terhadap orang lain yang justru mengorbankan diri sendiri.

Ini merupakan kisah salah seorang yang aku kenal.  Sebut saja dia A. Kisah ini terjadi sekitar tahun 2013 sampai 2014. A merupakan seorang mahasiswi di perguruan tinggi X. A juga merupakan anak tunggal yang setiap kebutuhannya pasti selalu dituruti oleh kedua orangtuanya. Kehidupan sosial A juga sama seperti teman-temannya yang lain.  A mempunyai seorang pacar dan dia mengakui sangat mencintai pacarnya tersebut. Kisah percintaan mereka pun sama saja dengan pasangan-pasangan lainnya.

Dalam suatu hubungan percintaan, tentu tidak tertutup kemungkinan terjadinya pertengkaran di antara pasangan. Hubungan A dan pacarnya juga demikian. Pada suatu waktu, terjadi pertengkaran antara A dan sang pacar, sehingga sang pacar memutuskan hubungan dengan A. A sangat sedih sehingga dia hanya mengurung diri di dalam kamarnya. Si A pun mempunyai niat untuk menarik perhatian sang mantan pacar dengan melukai dirinya sendiri. A menyileti tangannya dan memperlihatkan luka tersebut kepada sang mantan pacar. Sang mantan pun merasa kasihan dan memenuhi permintaan Si A untuk kembali berpacaran dengannya.

Selama menjalin kembali hubungan berpacaran tersebut, setiap kali mereka bertengkar, A pun selalu menyakiti dirinya sendiri untuk mendapatkan perhatian sang pacar. A seolah belajar dari pengalaman sebelumnya. Akhirnya sang pacar tidak tahan akan sikap yang dilakukan dan memutuskan hubungan dengan A. Si A tentu saja tidak terima dan kembali mengancam bahwa dia ingin menyakiti dirinya lebih dari yang dilakukan sebelumnya. Sang mantan tidak memperdulikan ancaman dari A dan tetap memutuskan hubungannya dengan A.

Sejak putus, Si A selalu meyakiti dirinya dengan menyilet tanganya, memukul-mukul tembok, dan bentuk kekerasan lainnya. Akhir cerita, Si A lalu berkenalan dengan seorang lelaki dan lelaki itu berhasil merubah perilaku A yang sering menyakiti dirinya. A sering mendapatkan masukan masukan dari lelaki itu untuk menyelesaikan masalahnya bukan dengan menyakiti dirinya sendiri.

Meskipun pada akhirnya, A dapat bersikap dan bertindak lebih positif, sebelumnya si A pernah terjatuh dalam perilaku self-harm atau menyakiti diri sendiri yang dipicu oleh faktor interpersonal, yaitu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain (penguatan positif). A juga mungkin melakukan itu untuk mengkomunikasikan sakit emosional yang dirasakannya.

Selain faktor interpersonal, faktor intrapersonal juga menjadi salah satu penyebab self-harm. Regulasi dan manajemen emosi yang kurang baik merupakan salah satu kondisi internal yang paling mempengaruhi munculnya pikiran dan tindakan self-harm. Fungsi-fungsi yang terkait dengan mekanisme pelarian atau penghindaran kondisi internal adalah hal yang umum dijumpai pada pelaku self-harm.
Orang-orang di sekitar pelaku self-harm perlu untuk menyadari bahaya dari perilaku tersebut. Dengan demikian, dukungan senantiasa perlu untuk diberikan kepada pelaku agar mereka bisa menyadari bahaya tindakannya dan melakukan upaya untuk tidak lagi mengulanginya. Seperti contoh di atas, teman laki-lakinya dapat membantunya mengatasi kondisi dirinya. Semakin seseorang terjebak dalam lingkaran sel-harm, tentu semakin tidak mudah. Namun, itu bukanlah sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan. Dengan tekad untuk “keluar” dan dukungan dari orang lain, pelaku self-harm dapat berhenti dari “kebiasaannya”.

Beberapa hal juga dapat dilakukan untuk mencegah perilaku self-harm. Hal tersebut antara lain dengan menerima perasaan, meningkatkan keberhargaan diri (self-esteem), menjaga kesehatan fisik dan mental, meningkatkan keterampilan mengelola stres, memahami perilaku self-harm secara detail, serta mencari bantuan dan dukungan sosial.

Dari kisah di atas kita belajar bahwa boleh saja kita mencintai seseorang, akan tetapi kita jangan sampai terlihat dan bertindak bodoh hingga menyakiti diri sendiri. Meminta perhatian dari orang yang dicintai dengan menyakiti diri sendiri justru membuat orang tersebut menjadi kurang respect terhadap kita. Jika kita tidak mencintai dan menghargai diri kita maka siapa yang akan melakukannya? Bukankah kita tidak bisa memberi apabila tidak memiliki? Jadi cintai dan hargai diri untuk bisa mencintai dan menghargai orang lain.

Editor: Syurawasti Muhiddin


Tidak ada komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Diberdayakan oleh Blogger.