Sastra
Kisah Kesah di Balik Kamar - Meramal Diri Part. 1, Tulisan Tentang COVID19 (by: Azmul Fuady I.)
Meramal
diri sendiri: Kisah
kesah di balik kamar
Jika kita diberi kesempatan untuk bernafas
bersamanya, mungkinkah hati ini akan tenang? begitu banyak berita tentangnya,
begitu banyak label yang muncul karenanya. Manusia seakan diberikan tugas baru,
atau mannusia sedang diingatkan tentang tugasnya yang dahulu, manusia diberi
kesempatan untuk melampaui dirinya, melampaui kebiasaan yang tak lazim di abad
yang penuh kejutan ini, ketika manusia berkumpul meneguk kopi di pojok jalan, dibubarkan
dengan memaksakan kehendak yang instan, jarak dijadikan pemersatu bangsa,
manusia ketiduran di pinggir jalan viral ditelan massa, beberapa ramuan
tradisional menghiasi kolom berita, satu bulan seakan menjalani tahanan kota,
kota terlihat seperti desa, kemudian desa menjadi ramai pendatang. Lantas,
untuk apa kita berpikir untuk besok, jika hari ini saja belum pasti akan
menjadi kemarin.
Tidak ada pilihan lain, mendengarkan suara hujan di
dalam kamar, menciptakan dunia bermain di dalam imajinasi, menuliskan sajak
yang tak berujung, membaca cerita yang tak jelas arahnya, menatap kulit manggis
yang semakin menua, tikus-tikus yang tiba-tiba mati di depan kamar,
mendengarkan bisikan kereta hingga malam hari, dan sederetan peristiwa yang membingungkan.
Sarapan yang tak ada bedanya dengan makan malam, begadang di siang hari,
menatap layar, menunggu pengumuman resmi penambahan jumlah manusia yang
terinfeksi.
Masih ada pilihan lain, mendengarkan suara hujan di
dalam kamar, menciptakan dunia bermain di dalam imajinasi, menuliskan sajak
yang tak berujung, membaca cerita yang tak jelas arahnya, menatap kulit manggis
yang semakin menua, tikus-tikus yang tiba-tiba mati di depan kamar,
mendengarkan bisikan kereta hingga malam hari, dan sederetan peristiwa yang
membingungkan. Sarapan yang tak ada bedanya dengan makan malam, begadang di
siang hari, menatap layar, menunggu pengumuman resmi penambahan jumlah manusia
yang terinfeksi.
Waktu seakan lebih maju dari biasanya, terasa dua
puluh enam tahun di kamar ini, mungkin di luar sana lebih maju dari hitunganku,
mungkin sudah melampaui duapuluh satu hari, entahlah, tidak ada juga yang akan
mendengarkan kisah botol yang berkenalan dengan tisu, kisah dinding mengunyah
vitamin C, apalagi kisah Muhammad Toha dalam peristiwa Bandung lautan api. Siapa
peduli?
Mungkin, kita sedang diberi ujian mid kehidupan,
anggap saja awal April di tahun ini adalah pertengahan jarak antara lahirnya
manusia pertama dengan lahirnya manusia terakhir, sehingga mengingatkan lagi
kepada kita untuk terus mencari tanda-tanda hidupnya kehidupan yang
selanjutnya, semoga makna-makna yang kita jelajahi saat ini terurai jelas dalam
kenyataan yang sedang kita hadapi.
Semoga kita tegar, kuat dan kompak menghadapi
bagian dari sejarah umat manusia
Depok, di Hari ke 14 mengurung diri di kos, Maret
2020
Azmul F. I.
Editor: Laili Faristin (Tim Editor Halo Jiwa)
Tidak ada komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.