Halomagz
Launching Halomagz 2020
Sambutan diwakili oleh Saudari Syurawasti Muhiddin sebagai
sekretaris komunitas, berhubung founder
terkendala untuk hadir dalam sesi Webinar ini. Saudari
Syura mengawali sambutannya dengan perkenalan diri, sekaligus menyapa peserta
Webinar. Kemudian, Saudari Syura juga memberi perkenalan singkat mengenai
Komunitas Halo Jiwa Indonesia. Dalam
hal ini, Halo Jiwa merupakan
komunitas yang secara aktif
bergerak dalam mempromosikan kesehatan mental, khususnya di Indonesia.
Komunitas ini berbasis online,
meskipun beberapa kegiatannya dilakukan melalui pertemuan langsung dengan
masyarakat. Internal Halo Jiwa tidak hanya diisi oleh SDM yang berlatar
belakang keilmuan Psikologi, namun terdiri atas beberapa bidang keilmuan. Karena pada dasarnya, isu kesehatan mental
bersifat general untuk semua kalangan. Halo Jiwa telah
memulai promosi kesehatan mental dalam skala yang lebih luas, sejak tahun 2019.
Kala itu, Halo Jiwa aktif di berbagai media sosial, khususnya Instagram, untuk
membagikan konten-konten kesehatan mental dan kegiatan sosial. Promosi
kesehatan mental saat itu didasarkan atas tagline ‘Make it better’. Kemudian pada tahun 2020 ini, Halo Jiwa kembali
hadir dengan tagline baru, ‘Walk Together’. Tepat tahun 2020, Halo Jiwa sudah memasuki tahun keempatnya dalam
menjalankan visi kemanusiaan. Tagline ‘Halo Jiwa Walk Together’ mengisyaratkan
ajakan kolaborasi berbagai pihak, untuk menumbuhkan semangat berjalan bersama,
dalam meningkatkan awareness masyarakat
terhadap isu-isu kesehatan mental. Di tahun yang keempat ini, Halo Jiwa
menghadirkan lebih banyak inovasi, yang digolongkan ke dalam empat kategori, yang meliputi promosi
kesehatan mental, riset/online
survey, social project, dan kerjasama/networking.
Perwakilan dari Himpsi menjelaskan mengenai peran literasi
dalam meningkatkan awareness masyarakat terhadap isu-isu
kesehatan mental. Dalam hal ini, diharapkan
semakin banyak literasi yang dikembangkan dengan gaya bahasa yang populer dan
lebih mudah dipahami pembaca awam. Terkait hal tersebut, Himpsi
melihat Halo Jiwa sebagai komunitas yang secara aktif
menyebarkan literasi kesehatan mental kepada masyarakat. Pentingnya literasi
kesehatan mental terkait dengan isu-isu masalah psikologis yang bertumbuh
pesat, di negara-negara berkembang. Gangguan psikologis yang diidentifikasi
sebagai penyakit tidak menular, menjadi salah satu disfungsi yang paling banyak
dialami oleh masyarakat, di samping penyakit medis. Oleh karenanya, masyarakat
perlu untuk semakin mengembangkan awareness
mengenai kesehatan mental ini. Harapannya melalui kegiatan Webinar ini,
masyarakat semakin bertambah
wawasannya mengenai kesehatan mental, sehingga
menjadi lebih sadar untuk merawatnya.
Sustainable Living, Environmental Dilemma, dan Well-being
Terkait sustainable living,
pemateri menekankan dua poin penting. Pertama, upaya untuk mencapai sustainable living pada dasarnya dimulai
dari bagaimana individu dapat mengurangi jejak-jejak karbon. Kemudian,
bagaimana individu dapat mengatur pola hidupnya, mulai dari apa yang dikonsumsi, sampai sejauh mana,
bagaimana menjalani keseharian, mengedukasi, dan membangun identitas. Sustainable living terkait erat dengan
kondisi well-being. Well-being sendiri merupakan keadaan
diri yang puas, bahagia, terpenuhinya segala keinginan, serta optimis dengan
apa yang akan terjadi. Individu yang well-being,
memiliki tujuan, bekerja untuk mencapainya, dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki
dalam mengatasi berbagai
rintangan yang ditemui
dalam kehidupan. Pada intinya,
well-being merupakan situasi yang
berkembang. Sebagaimana sustainable
living yang juga mestinya berkembang. Jadi dalam menjalankan prinsip hidup
berkelanjutan, individu tidak hanya cukup dengan sekedar memiliki nilai-nilai
yang pro lingkungan, namun juga seyogianya mampu bertumbuh dan memperoleh
manfaat bagi diri sendiri. Tanpa ada aspek yang berkembang, sustainable living belum dapat dikatakan
mencapai kondisi well-being.
Selanjutnya, pemateri menjelaskan bahwa ada kalanya meskipun individu paham bagaimana keuntungan yang dapat
diperoleh dari sustainable living,
namun karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan lebih besar, sementara sumber
daya terbatas, maka individu pada akhirnya akan mengorbankan alam.
Kondisi ini disebut sebagai environmental dilemma. Pada pemaparan berikutnya,
pemateri menyajikan sejumlah fakta sosial yang ditemui dalam keseharian. Fakta
pertama, kebutuhan manusia menyangkut individual
interest dan collective interest.
Kadang kala, untuk memenuhi kebutuhan sebagai individual interest, individu kurang memerhatikan kebutuhan atau
kepentingan kolektif atau kebaikan bersama. Makanya, menjadi penting untuk
dipahami bahwa apa yang dilakukan bisa berdampak bagi orang lain dan lingkungan
secara lebih luas. Fakta kedua, terkait dengan kebutuhan manusia yang diapit
oleh emotional satisfaction dan social pressure. Hal tersebut berarti
bahwa ada kalanya individu mengedepankan kepuasan emosional temporer, tanpa
memikirkan dampak terhadap kondisi sekitar. Namun ketika dipertemukan dengan social pressure, emotional satisfaction akan kembali dipertimbangkan, demi
mendapatkan penerimaan secara sosial. Kondisi tersebut terjadi karena feedback yang diperoleh dari lingkungan
sosial sering kali secara langsung. Namun berbeda halnya apabila terkait dengan
alam, di mana feedback yang dirasakan
tidak secara langsung dan bisa jadi baru timbul di waktu yang relatif sudah lama. Sehingga ketika
itu berkaitan dengan
alam, manusia cenderung mempertahankan
emotional satisfaction, tidak peduli
kerusakan yang selalu mungkin bisa ditimbulkan. Fakta ketiga, pada umumnya
banyak orang beranggapan bahwa sustainable
living kurang efisien untuk diterapkan, karena membutuhkan cost, effort, dan waktu yang lebih banyak. Sehingga kesadaran untuk hidup
secara berkelanjutan masih belum terbangun, karena adanya anggapan tersebut.
Terkait kondisi tersebut, pemateri memaparkan berbagai kemungkinan
terbaik yang dapat meyakinkan peserta, agar mulai memikirkan hidup secara
berkelanjutan. Dalam hal ini, setiap individu yang telah berhasil mencapai sustainable living, merasakan kesulitan
untuk memulai sebagaimana orang lain pada umumnya. Kesulitan
tersebut di antaranya, berupa kebingungan harus mulai
dari mana, tidak yakin dapat konsisten, merasa apa yang dilakukan tidak
memberikan keuntungan dan manfaat, serta banyaknya godaan yang ditemui untuk
melanggar komitmennya. Selain itu, menjalani sustainable living tentunya dimulai dari langkah-langkah kecil,
perlahan-lahan, dan tidak mesti dilakukan secara sekaligus. Untuk semakin
meyakinkan diri, individu dapat belajar dari pengalaman orang lain yang telah
lebih dulu menerapkannya. Dalam hal ini, individu yang telah melatihkan sustainable living, cenderung diliputi
emosi positif dan kepuasan batin. Selain itu, individu juga senantiasa
merasakan energi baru setiap harinya, ketika konsisten menjalankan kebaikan
untuk kepentingan bersama. Pada intinya, untuk menerapkan sustainable living, memang membutuhkan cost yang
besar di awal, karena barang yang dibeli cenderung bisa terpakai dalam jangka waktu yang
panjang. Namun seiring dibiasakan, manfaat yang dirasa jauh lebih besar, dan cost yang dikeluarkan tentunya lebih sedikit.
Bagaimana Bisa Memulai Sustainable
Living?
Pemateri menjelaskan pada intinya, untuk memulai hidup
secara berkelanjutan, individu perlu melalui tiga tahapan, yang meliputi:
a.
Psychological Preparation
Pada tahap ini, individu seyogianya memberikan jeda kepada
diri untuk bisa kembali terkoneksi dengan alam (reconnect to nature). Individu perlu membangun kesadaran bahwa
setiap tindakan penting dan berdampak bagi lingkungan sekitar. Sebagai latihan,
individu bisa membiasakan praktik mindfulness,
dengan menikmati alam
terbuka sembari merasakan sensasi-sensasi yang diterima oleh panca indra. Dari
latihan tersebut, timbul kenyamanan dan emosi positif, sehingga lebih mudah
untuk kembali menjalin koneksi dengan alam. Selain itu, yakinkan diri untuk
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang kurang
pro lingkungan. Hal ini menjadi tantangan sendiri di awal, namun
akan dirasakan manfaatnya seiring latihan dan pembiasaan.
b.
Rencanakan Sustainable Living Menurut Versi Diri Sendiri
Selanjutnya, individu bisa membiasakan hidup berkelanjutan
berdasarkan kapasitas diri sendiri. Tidak perlu mengikuti orang lain yang sudah
lebih dulu menjalankannya, cukup dengan versi diri sendiri. Selain itu,
individu juga bisa mengevaluasi secara rutin upaya apa saja yang telah
diterapkannya. Hasil evaluasi tersebut bisa didiskusikan lebih lanjut bersama
rekan ataupun keluarga. Dari hal tersebut, individu kemungkinan akan menerima feedback, yang harapannya bisa lebih
mengembangkan upaya selama ini, agar semakin
optimal.
c.
Kenyamanan dalam
Ketidaknyamanan
Pada fase berikutnya, individu selalu mungkin akan merasa
kurang nyaman, selama periode transisi perubahan kebiasaan. Kondisi tersebut
tergolong wajar dan oleh karena itu, dapat diantisipasi. Dalam kondisi tersebut,
individu dapat membangun kenyamanan dalam
ketidaknyamanan itu sendiri. Maksudnya, individu perlu menemukan cara-cara
efisien atau coping strategy untuk
mengatasi rintangan yang ditemui, agar tetap konsisten dalam perubahan.
Peran Majalah Sebagai Media Publikasi
Pemateri memulai sesinya dengan memperkenalkan beberapa jenis majalah
berdasarkan segmentasinya. Dalam hal ini, terdapat sejumlah sampel majalah yang dipaparkan, meliputi National Geographic, Bobo, Play Boy, The New Yorker,
Psychology Today, Time. Secara spesifik, National Geographic mewakili
segmentasi pembaca segala usia, meskipun bahasa yang digunakan cenderung
ilmiah, karena tujuan edukasi. Kemudian Majalah Bobo mewakili segmentasi
pembaca usia kanak-kanak, yang tujuannya juga mengedukasi anak dengan informasi
konkret dan ilustrasi menarik. Selanjutnya, Majalah Play Boy dikhususkan untuk
orang dewasa, karena
memuat konten-konten yang cenderung vulgar.
Lain pula dengan The New Yorker yang memuat narasi layaknya cerita pendek, sama
halnya dengan Time. Hanya saja, Majalah Time memuat narasi dalam bentuk
biografi kehidupan seseorang yang berpengaruh. Sementara itu, Psychology Today,
merupakan majalah yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai isu-isu
Psikologi.
Selanjutnya, pemateri menjelaskan bahwa beberapa sampel majalah
tersebut termasuk dalam jenis korporasi, yang publikasinya secara luas. Namun
terdapat juga, jenis majalah yang diproduksi secara amatir untuk membahas
isu-isu tertentu. Biasanya yang tergolong ke dalam jenis kedua tersebut,
bersifat non profit dan publikasinya terbatas pada kalangan pembaca tertentu. Pemateri menjelaskan bahwa majalah memiliki kualitas tersendiri,
dibanding media informasi yang sangat luas, seperti internet. Menurut pemateri,
majalah akan memudahkan sebagian
pembaca untuk menemukan informasi yang spesifik dalam suatu tema tertentu.
Sementara sebagian orang cenderung sulit untuk mengolah atau memfilter masifnya
informasi yang ada di internet. Sehingga majalah menjadi alternatif yang
efisien untuk berbagai situasi. Pemateri menambahkan beberapa
kualitas lain yang dimiliki oleh majalah, meliputi proses pendistribusiannya yang
dapat menjangkau kawasan di mana akses internet terbatas, seperti wilayah
pedesaan. Selain itu, majalah juga cenderung mudah diarsipkan atau disimpan di
tempat yang terjaga. Namun selain memiliki kualitas tertentu, majalah juga
terbatas pada aspek lainnya. Beberapa keterbatasan majalah di antaranya, cost yang dibutuhkan cenderung lebih
besar, mudah rusak oleh kondisi eksternal, hingga sulit bertahan
dalam waktu yang relatif
lama (khususnya apabila dipinjamkan kepada orang lain).
Launching Halomagz
Saudari Andina Nidya Savira (Pila) sebagai perwakilan ketua redaksi menjelaskan beberapa hal terkait Halomagz,
meliputi definisi, konten, sekaligus memperkenalkan tim penyusun. Halomagz
merupakan majalah digital Komunitas Halo Jiwa Indonesia, yang dipublikasikan
melalui platform issue, untuk
mempromosikan kesehatan mental di Indonesia. Halomagz memasuki edisi kedua pada
tahun 2020, dengan tema sustainable
living dan kesehatan mental. Pada tahun sebelumnya, Halomagz telah
menerbitkan edisi pertama, dengan tema happiness.
Untuk edisi kedua, tema sustainable living
diangkat atas dasar
keprihatinan terhadap isu-isu
lingkungan. Selain itu, tim
juga menyadari arti penting kembali terkoneksi dengan alam, untuk mencapai
kesehatan mental. Oleh karena itu, atas berbagai pertimbangan tersebut, tim
penyusun terbentuk dan proyek tersebut mulai dikerjakan selama awal tahun 2020.
Dalam hal ini, tim penyusun meliputi penanggung jawab (Saudara Azmul), pemimpin
redaksi (Saudari Karmila Kahar), fotografi (Saudari Lidini dan Saudara Syahrul
Jamal), publikasi (Saudari Mutmainnah Nr.), editor (Saudari Anggun), layouter (Saudari Andina Nidya Savira),
serta kontributor (Saudari Syurawasti Muhiddin, Dian Anggraeni, serta saudara
Afga Yudistikhar).
Tidak ada komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.