Menanamkan Value pada Anak - Bella Saragih



Menanamkan Value Pada Anak


Sekarang saatnya!


Beberapa orang mungkin merasakan banyak dampak negatif dari wabah covid saat ini. Para pekerja merasa tidak aman mengenai pekerjaannya, para siswa merasa kesulitan memahami pelajaran dengan metode daring, para orang tua merasa cemas tentang pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dan para perantau merindukan kampung halaman. Tetapi bagi seorang anak, hari-hari ini adalah hari yang baik karena mereka bisa bersama Ayah dan Ibunya sepanjang hari. Sebenarnya, ini juga  kesempatan yang baik bagi orang tua untuk menanamkan value pada anak. Apa sih value itu? Dan kenapa hal itu penting ditanamkan pada anak?

Value adalah sebuah keyakinan yang mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang (Allport, 1950). Bulatao (1961) mengatakan bahwa value mewarnai tindakan manusiawi kita dan mencerminkan jiwa kita. Value juga yang menjadi dasar pengambilan keputusan kita.  Sattler (2002) mengatakan bahwa anak-anak membangun value melalui interaksi pertama mereka, yaitu interaksi di dalam keluarga. Ketika anak mengalami pengabaian dan penolakan, mereka akan berpikir bahwa mereka tidak diinginkan. Ketika mereka direspon secara negatif atau tidak konsisten, mereka akan berpikir bahwa orang-orang diluar diri mereka memiliki sifat bermusuhan. Hal ini tentu akan menjadi prediksi tentang perilaku anak di luar rumah. Sejalan dengan yang dikatakan Powell (1975) bahwa kehidupan kita dibentuk oleh mereka yang mencintai kita, dan oleh mereka yang menolak untuk mencintai kita.

Tanpa penyaringan, semua hal tersebut tertanam dan membentuk value seseorang. Memang benar, bahwa value dapat berubah dan dimodifikasi tergantung pada pengalaman dan tahap kehidupan kita. Tetapi derived value (value yang diadopsi dari orang-orang yang secara signifikan memengaruhi kita) akan sangat melekat dan menjadi dasar untuk mempertimbangkan masuknya value yang baru (Castillo, 2013). Derived value ini lah yang kita peroleh dalam keluarga. Mungkin hal tersebut yang mendasari pepatah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Lantas, bagaimana menanamkan value pada anak? Ada beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan orang tua di rumah:

v  Tunjukkan. Kata Bandura, anak-anak adalah peniru yang baik. Oleh karena itu, sadari dan pastikan setiap hal yang kita lakukan sesuai dengan value yang ingin kita tanamkan pada anak. Orang tua dapat memulai dengan hal sederhana seperti menggunakan kata ‘tolong’ saat meminta bantuan anak. Hal ini dapat menanamkan value bahwa menghargai orang lain tidak mengenal usia dan status.

v  Ajarkan. Beri tahu anak value yang harus ia miliki. Terkadang kita merasa bahwa anak akan tahu  dengan sendirinya. Seringkali hal itu membuat kita memiliki ekspektasi pada anak padahal kita belum mengajarkan apapun. Ibarat kertas putih yang kosong, lukiskan value dalam kertas tersebut. Orang tua dapat mengajarkan kepada anak dengan metode dongeng. Pilihlah satu tokoh yang dapat menjadi panutan anak. Pujilah tokoh tersebut atas perilaku yang dimilikinya dan pastikan anak mengetahui perilaku apa yang dipuji dari tokoh tersebut. Orang tua juga dapat mengajarkan value melalui aktivitas bersama keluarga. Misalnya menyuruh anak-anak melakukan kegiatan di rumah dalam satu tim. Dinamika yang terjadi dalam tim akan mengajarkan sesuatu pada anak.

v  Jelaskan. Anak akan mudah menerima value ketika ia memahaminya. Dengan kata lain, hal itu masuk dalam logikanya. Buat anak memahami kenapa value itu baik dan mengapa anak perlu memilikinya. Orang tua dapat memulai dengan menanyakan terlebih dahulu apa pikirkan anak tentang hal tersebut. Misalnya ketika anak memukul saudaranya. Orang tua dapat menanyakan “kenapa kamu memukul? Apa untungnya dari memukul? Tau gak yang adik kamu rasakan saat kamu pukul dia?” Dengarkan dahulu jawaban anak dan jelaskan apa yang bisa anak lakukan selain memukul dan kenapa cara itu lebih baik. Dari kejadian ini anak akan belajar bahwa kekerasan bukan satu-satunya cara menyelesaikan masalah. Menjelaskan konsekuensi juga dapat menjadi pilihan cara.

v  Konsisten. Hal yang cukup klise tapi sangat penting. Tidak sempurna tumbuhnya, jika tanaman disiram dengan air yang sangat banyak hari ini, tapi besok dan lusa tidak disiram lagi. Konsistensi adalah kunci.

Selamat berproses :)



Referensi:


Allport, G. (1950). The individual and his religion. US: The American Company.
Castillo, Fides. (2013). Teaching Values Using Creative Teaching Strategies: An Asian Perspective and Exploration. The Asian. Conference on Society, Education, and Technology.
Powell, J. (1967). Why am i afraid to love? USA: HarperCollins.
Sattler, J. M. (2002). Assessment of Children. USA: Jerome Sattler Publisher, Inc.






Editor: Anggun Mita (Tim Editor Halo Jiwa)

Tidak ada komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Diberdayakan oleh Blogger.