Topik: Berbagi Pengalaman Mengenai Psychological First Aid
Karya: Erni
Halo,
perkenalkan saya Erni, ibu dari satu orang anak berusia 9 tahun. Saya pribadi
sudah 2 tahun belakangan ini mengalami dan melewati tantangan dalam proses
kehidupan yang berujung pada kesadaran diri, betapa pentingnya kesehatan mental dan jiwa yang lebih baik, yang saya rasa
semua orang berhak untuk mendapatkannya. Ya, mungkin tidak semudah bagaimana
saya berbicara, tapi memang krisis ini banyak orang yang tidak menyadarinya,
atau tahu namun mengabaikannya.
Sebagai
seorang yang pernah mengalami krisis jiwa, mental, dan sekarang dipulihkan step by step, bila melihat teman atau
saudara yang mengalami hal ini saya merasa lebih peka dan empati terhadap mereka. Salah satu kakak perempuan
menghubungi saya seminggu yang lalu, mengatakan kalau anxiety-nya kambuh, dan dia rasanya berada seperti di dunia lain
(badan dan pikiran entah sampai kemana, tidak bisa beraktivitas full, dan anak
terlantar). Tapi, yang saya syukuri dia menyadari hal tersebut dan bercerita
pada saya. Menurut saya, ini adalah salah satu tindakan awal yang berarti,
yaitu adanya pengakuan kalau dirinya membutuhkan pertolongan.
Saya
tidak menyela, cukup mendengarkan dari a hingga z. Ketika dia bertanya mengapa
hal tersebut terulang kembali (perasaan ketakutan dan cemas berlebihan), saya
akan menjelaskan bahwa reaksi psikis akan seperti itu. Apabila ada stressor
lagi, ya akan on, kasetnya akan
berputar lagi. Saya mengatakan, penerimaan diri harus ada, bahwa hidup ya
seperti itu. Tapi ada cara-cara yang bisa kita lakukan untuk defense diri sendiri, antara lain:
- Bangun pagi,
bersyukur, dan berdoa. Menghadap cermin, pandang yang ada di depanmu, ucapkan hal-hal
positif dan tersenyumlah. Katakan, “Kamu
berharga, kamu hebat, kamu orang yang murah senyum, dll”.
- Pikiran itu
membutuhkan makanan (sumber energi) yang baik, jadi lakukan hal yang membuat hati bahagia.
- Sadari bahwa kita
hidup sekarang, detik ini, saat ini, belajar meditasi rutin tiap hari (mempraktikkan
mindfulness).
- Belajar memaafkan
masa lalu dan khususnya diri sendiri. Kamu tahu bahwa di dalam hatimu ada dirimu yang lain
yang mungkin sedang meringkuk, sedang menutup matanya, ketakutan,
menangis, yang butuh engkau peluk, engkau hibur, engkau angkat. Sayangi dia, cintai dia. Dia adalah bagian dirimu,
bertemanlah dengannya.
Kakak
saya menangis, sedih waktu saya mengatakan hal tersebut. Akhirnya dia menyadari
bahwa dirinya berharga dan sangat berharga, hingga akhirnya mau belajar
menghadapi hal tersebut. Tiga hari kemudian saya menelpon dia, dan Puji Tuhan,
sekarang kondisinya sudah lebih baik. Dia mengatakan seumur-umur rasanya baru
kemarin dia benar-benar melihat mukanya, bentuknya, melihat dirinya di depan
cermin. Saya sungguh senang mendengarnya.
Mengapa
butuh tiga hari bagi saya menelpon dia? Karena saya sadar ini tidak semudah
membalikkan telapak tangan, ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa,
dan ada ruang untuk semuanya itu.
Bagi
kita semua, semoga kita semakin banyak belajar, mulai menyadari, dan melepaskan
apa yang perlu dilepaskan untuk kesehatan jiwa dan mental yang lebih baik.
Semangat, semangat, dan semangat selalu ya readers🥰🥰😘😘💪💪.
Tidak ada komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.